Categories
Politik

Politik Wajah

Tak sampai setahun lagi, kita akan berpemilu. Sebagai rakyat, sekali lagi kita harus urun-peran dalam pemerintahan. Demokrasi mensyaratkan peran rakyat untuk memutuskan siapa yang akan memimpin mereka, dan siapa yang akan mewakili mereka di lembaga legislatif. Demokrasi juga mensyaratkan bahwa rakyat memutuskan pilihan mereka dengan rasional. Untuk itu, rakyat semestinya tahu siapa yang akan dipilih dalam pemilu 2014. Tak cuma tahu tentang siapa mereka, rakyat juga harus tahu apa yang dijanjikan oleh para kandidat.

Sekarang pertanyaannya, tahukah para pemilih tentang para kandidat yang akan berlaga dalam pemilu legislatif dan pilpres 2014? Tahukah pemilih tentang apa yang orang-orang itu akan lakukan?

Dari pengalaman dalam pemilu-pemilu terdahulu, pemilih tak tahu banyak tentang para caleg. Pemilu 2014 pun bisa tetap sama seperti sebelumnya. Pemilih sangat boleh jadi masih tak memiliki cukup pengetahuan tentang kandidat. Para kandidat nampaknya tak cukup baik mengkomunikasikan program mereka. Bisa saja mereka memang tak memiliki kemampuan komunikasi politik untuk mengenalkan program secara jernih. Bisa pula karena mereka memang sama sekali tak punya rencana jelas tentang apa yang akan dilakukan untuk rakyat jika mereka terpilih. Yang mungkin sudah jelas di benak kebanyakan kandidat adalah kemuliaan jabatan sebagai wakil rakyat. Plus kemakmuran material tentu saja.

Itu sebabnya, hingga hari ini pun para pemilih belum juga memperoleh bayangan utuh tentang para kandidat. Yang dilakukan para kandidat sejauh ini adalah pamer wajah dan bermain-main dengan jargon. Politik mereka adalah politik wajah.

Saat puasa seperti ini, beberapa kandidat menyebarkan lembar jadwal imsakiyah ramadlan yang menampilkan foto mereka. Di sejumlah perempatan, capres dan caleg juga sudah pasang wajah mereka di baliho dengan ukuran beragam. Warga Yogya pasti pernah melihat baliho seorang tokoh partai disertai tulisan: “Kabarku apik, mbah. Ojo kuatir, tak jamin jamanku luwih enak.” Tapi bagaimana membuat jaman ini lebih enak dari jaman simbah, sama sekali tak ada kejelasan.

Di Jalan Kaliurang terpampang baliho besar di atas jalan, yang menampilkan foto seorang anak muda yang memiliki gelar berderet. Anak muda ini, kata baliho besar itu, adalah pilihan terbaik bagi Indonesia. Siapa anak muda itu, mungkin tak semua orang tahu. Saya harus meng-google terlebih dahulu sebelum mengetahui siapa dia. Jangan tanya tentang apa yang akan dia lakukan. Hingga hari ini pun, google tetap tidak tahu.

Jika semua caleg dan capres kita hanya mahir bermain politik wajah seperti ini, maka sekali lagi rakyat akan memilih dalam gelap. Para pemilih tak cukup punya bayangan, jika mereka memilih si A, apa yang akan terjadi. Atau jika mereka memilih si B, apa yang akan terjadi.

Lalu apa yang harus dilakukan oleh kita, para pemilih? Pada intinya, kita harus makin rasional. Jangan lagi kita pilih kandidat yang tak memiliki program jelas. Hanya kandidat yang memiliki kejelasan gagasan saja yang boleh kita pilih. Sebagai pemilih, inilah cara kita untuk memberikan pendidikan politik pada para kandidat.

Perlu kita pahami, bahwa sikap pemilih yang tak rasional juga lah yang melahirkan politisi dengan kemahiran politik wajah ini. Pengalaman berpemilu dari tahun ke tahun bisa memberikan kesan bahwa pemilih bisa dibeli; dukungan pemilih bida didapat meski tanpa program yang jelas. Karena itu, bermunculanlah politisi tanpa gagasan apapun tapi berduit banyak. Kendati tak memiliki program jelas, mereka bisa memperoleh suara dalam pemilu. Artinya, dosa kita sebagai pemilih jugalah yang melahirkan politisi seperti itu. Ini harus kita hentikan. Mari kita bertaubat. Jangan lagi kita lakukan dosa sebagai pemilih. Kita jangan lagi mau memilih kandidat yang hanya bisa memainkan lakon politik wajah.