Categories
Pendidikan Personal

Spelling Bee

Hari Minggu kemarin (3 April 2011), ada kejadian yang sangat tak menyenangkan dalam lomba Spelling Bee di Taman Pintar Yogyakarta. Sorenya, kolega saya Bayu Dardias Kurniadi menuliskan kejadian itu di blog-nya. Untuk turut berbagi cerita, saya berikan komen agak panjang di posting itu. Semoga catatan-catatan ini berguna bagi kita semua. Berikut komen yang saya sampaikan di tulisan Bayu.

***

Bayu,

Thanks for writing this (on our behalf). Bagus juga jika hal ini dibaca oleh EF dan publik secara umum.

Yang dialami Jilan dan Afkar ini bukan pertama kali. Sejak kembali dari Australia thn 2008, Afkar selalu mengikuti kompetisi spelling bee ini. Kerap kita merasa ada ‘something wrong‘ di situ.

Saya kadang tergoda untuk berpikir seperti pengalaman beberapa rekan (misalnya Mas Suluh dan mas Ando), bahwa ada kecurangan yang didesain… Tapi saya tak ingin menuduh tanpa bukti. Saya hanya merasa selalu ada yg tak beres. Kerap istri saya sampai susah-payah memprotes juri untuk memastikan semua berjalan baik.

Sayangnya, menggugat juri selalu tak berhasil, karena aturan “keputusan juri tak bisa diganggu-gugat”.

Mengaca pada pengalaman itu, saya merasa tak berguna menggugat juri saat ada yang tak beres. Itulah alasan utama kenapa saya meminta Afkar turun. Ketika Jilan juga turun, maka kompetisi otomatis berakhir. Hanya cara inilah yg bisa dilakukan untuk ‘melawan’ sikap juri dan panitia yang gojag-gajeg dan blatantly unfair.

Saya sebenarnya berharap banyak pada EF. Waktu Afkar (atau Perdana kakaknya — saya agak lupa) menjadi juara pertama spelling bee, EF memberi voucher kursus dengan nilai lumayan besar. Saya rayu Perdana dan Afkar untuk ikut kursus di EF. Mereka menolak dengan alasan, “English courses are for those who don’t speak English“…

Tapi saya tetap merayu mereka dengan cara menempel sticker EF di kaca belakang mobil. Kemana-mana, logo EF pergi bersama kami. Hingga minggu lalu, saya dan istri saya tetap mencoba mengingatkan anak-anak bahwa “attending the English course might be useful to keep your English.” Perdana menjawab, “Let’s see Mom. Maybe next year.” Afkar mengiyakan pendapat mas-nya.

Dengan pengalaman belakangan ini, saya tak yakin apakah kami masih mau bersusah-payah merayu Perdana dan Afkar. Saya tak ingin mendengar jawaban menyakitkan: “No Dad, English courses are only for those who cheat!

Naudzubillah

——————————————-
Gambar diambil dari http://zakiasukabangetbee.blogspot.com/2010/04/intropeksi-diri-dulu.html