Tadi siang saya menerima kiriman sebuah buku yang kira-kira seminggu yang lalu saya beli di ebay, dari seller di Amerika. Buku ini berjudul ‘The Woman with the Alabaster Jar: Mary Magdalen and the Holy Grail‘ karya Margaret Starbird. Ini buku cetakan lama, tahun 1993, dan sudah lumayan lama saya cari. Saya tak menemukannya di beberapa toko buku di Australia (ada yang bisa menyediakan dengan pesan terlebih dahulu). Tapi beberapa toko virtual menyediakannya. Di situs Amazon, misalnya, buku ini ditawarkan baik dalam kondisi baru atau bekas. Harga termurah saya dapat di Ebay, hanya US$1.03, ditambah biaya pengiriman sebesar US$9.99. Cukup murah, mengingat harga pasaran buku ini adalah US$20 an.
Seperti judulnya, buku ini berkisah tentang Maria Magdalene, tokoh setengah misterius yang jalan hidupnya hingga kini selalu dituturkan dengan penuh kontroversi. Saya belum membaca buku ini, namun garis besarnya saya cukup bisa menduga. Buku ini saya beli memang untuk tujuan konfirmatif.
Tema dalam buku ini mengundang minat saya semenjak beberapa tahun lalu membaca novel karya Dan Brown, ‘The da Vinci Code‘. Barangkali seperti yang dialami banyak pembaca novel ini, saya pun tertegun ketika Sir Leigh Teabing menyebutkan sebuah informasi tentang Mary Magdalene kepada Sophie Neveu. Ini cuplikan bagian tersebut:
Sophie moved closer to the image. … This is the woman who singlehandedly could crumble the Church?
“Who is she?” Sophie asked.
“That my dear,” Teabing replied, “is Mary Magdalene.”
Sophie turned. “The prostitute?”
Teabing drew a short breath, as if the word has injured him personally. “Magdalene was no such thing. That unfortunate misconception is the legacy of a smear campaign…”
Ketika novel itu difilmkan -terlepas dari kenyataan bahwa film itu tak semenarik novelnya- saya sangat menyukai ekspresi keterkejutan Audrey Tautou (pemeran Sophie) pada bagian dialog tersebut.
Nah semenjak membaca novel Dan Brown itulah saya kerap mencari informasi di internet tentang Mary Magdalene. Dari sini saya mulai mengenal kontroversi seputar dirinya.
Suatu ketika beberapa bulan lalu, di sebuah toko buku tanpa sengaja saya melihat sebuah novel berjudul ‘The Secret Supper‘ karya Javier Sierra yang terbit tahun 2006. Judul dan sampul buku yang edisi pertamanya terbit dalam Bahasa Spanyol itu sangat mengundang perhatian sehingga saya tergerak untuk membelinya.
Buku ini menceritakan setting sejarah lahirnya lukisan The Last Supper karya Leonardo da Vinci, yang dalam novel Dan Brown tadi menjadi basis cerita. Berbeda dari Brown, Sierra justru menekankan bahwa lukisan itu dibuat dalam bayang-bayang sebuah aliran keagamaan yang sesat. Pesan yang disisipkan oleh da Vinci dalam lukisan itu penuh dengan pembangkangan keagamaan. Dengan demikian Sierra menekankan bahwa pesan itu tak bisa dijadikan dasar untuk melacak balik sejarah di masa silam seperti yang dilakukan oleh Brown.
Jika anda menikmati novel Dan Brown, saya sangat sarankan untuk juga membaca novel Javier Sierra ini sebagai pengimbang.
Ketika hampir usai membaca novel Sierra, di situs ebook mobibook saya menemukan buku berjudul ‘The Secret Magdalene‘. Lagi-lagi buku ini menarik perhatian saya, dan saya memutuskan untuk membeli satu kopi ebooknya untuk dibaca di komputer atau di iPaq.
Cerita dalam novel ini sangat hidup dan kuat (bandingkan dengan novel Sierra yang cukup ‘berat’ dan lambat jalur ceritanya). Kesan ‘hidup’ kian terasa karena sang penulis, Ki Longfellow, menggunakan present tense dalam menuturkan ceritanya -beda dengan Brown dan Sierra yang menggunakan past tense. Padahal, yang dikisahkan dalam novel ini adalah kejadian lebih dari 2000 tahun silam, tentang jalan hidup Mariamne (Mary Magdalene) semenjak usia remaja. Novel ini berada dalam jalur semangat yang sama seperti novel Dan Brown -namun dengan cara bertutur yang lebih kuat.
Di tengah membaca novel Longfellow itulah saya mencoba untuk mencari buku yang lebih deskriptif (bukan diimbuhi oleh alur dan dialog rekaan) tentang Mary Magdalene, dan saya menemukan antara lain judul buku karya Margaret Starbird ini. Kalau kita jelajahi informasi di dunia maya -atau kalau anda sempat membaca berbagai buku atau melihat DVD tentang jejak sejarah Mary Magdalene- kita bisa melihat bahwa buku itu termasuk karya penting dalam tema tersebut.
Oleh karena saya belum membacanya, saya tak bisa bercerita banyak tentang buku ini. Tapi saya bisa kutipkan narasi di sampul belakangnya:
Starbird draws her conclusion from an extensive study of history, heraldry, symbolism, medieval art, mythology, psychology and the Bible itself. The Woman with the Alabaster Jar is a quest for the forgotten feminine…
Usai baca buku ini, saya akan ceritakan lebih lengkap isinya -kalau saya bisa mencuri waktu untuk itu. 😉