Categories
Politik

Asal Harganya Cocok

Di Solo, minggu lalu, baliho Puan Maharani yang bertebaran di sudut-sudut kota itu bagi saya tiba-tiba nampak beda. Politisi belia yang memiliki karier politik menjanjikan ini seperti sedang tersenyum ceria menatap jabatan menteri di depan mata. Bagi banyak orang, tinggal restu sang Ibu yang saat itu ditunggunya. Sambil bercanda, saya pun menyapa baliho Puan. “Selamat pagi ibu menteri…”

sumber: Antara

Namun dalam kalkulasi politik manapun, saya tahu persis sejak awal bahwa kecil kemungkinannya akan ada reshuffle dalam kabinet SBY. Memang betul isu reshuffle itu deras berhembus di pasar kabar-burung politik Indonesia. Namun sulit bagi para analis politik untuk percaya bahwa perubahan komposisi kabinet akan benar-benar terjadi saat ini.

Sebabnya sederhana saja: semua pihak sangat berkepentingan untuk tetap berada dalam ring satu kekuasaan. SBY berkepentingan terhadap dukungan Golkar dan PKS agar pemerintahannya stabil. Pada saat yang sama, parpol-parpol yang sedang menikmati bagian dari kue kekuasaan eksekutif itu tak akan melepaskan apa yang sedang digenggam. Mereka akan bertahan di sana, apapun harganya. Keuntungan besar di tahun 2014 akan lebih mudah dijangkau jika mereka tetap di dalam.

Yang sedang di luar eksekutif (Gerindra dan PDIP) boleh berharap banyak. Namun para “pembangkang” (Golkar dan PKS) itu bukan anak kemarin sore yang bisa dan bersedia dienyahkan begitu saja dari kursi kekuasaan. Apapun ketegangan politik yang muncul belakangan pasti akan mereka atasi dengan cara yang sedemikian rupa untuk menjamin keberlanjutan posisi mereka dalam kekuasaan eksekutif.

Partai-partai politik yang berada dalam jajaran koalisi mungkin memang sedang berada dalam posisi politik yang berseberangan terkait dengan hak angket perpajakan. Namun mungkin pula kasus perpajakan ini hanyalah sekadar sasaran antara. Sasaran utama mereka sangat boleh jadi adalah renegosiasi pembagian kue kekuasaan.

Yang kita tonton di atas panggung politik Indonesia selama beberapa minggu terakhir adalah proses penemuan keseimbangan baru dalam koalisi. Dinamika politik telah berkembang sedemikian rupa, sehingga kesepakatan awal koalisi mungkin tak lagi menguntungkan semua kalangan. Untuk itu, diperlukan pembicaraan ulang agar semua pihak memperoleh kejelasan tentang keuntungan apa yang bisa mereka dapat dari koalisi, baik jangka panjang maupun jangka pendek.

Golkar dan PKS pasang bandrol tinggi dengan memanfaatkan celah isu mafia perpajakan. Bandrol tinggi itu mereka tegaskan dalam dukungan terhadap penggunaan hak angket perpajakan. Kedua parpol menempatkan diri pada posisi berseberangan dengan PD dan SBY, dan dengan cara itu meminta SBY untuk bersedia melakukan renegosiasi. Di titik inilah, Golkar dan PKS berbeda dari Gerindra dan PDIP, kendati mereka sepakat soal hak angket.

sumber: arsipberita.com

sumber: inilah.com

Ancaman reshuffle kabinet yang muncul dari lingkar Istana bisa kita pahami sebagai ‘bandrol balasan’ kepada Golkar dan PKS. Target bandrol balasan ini adalah Golkar dan PKS. Agak mengejutkan bagi saya bahwa Gerindra dan PDIP cukup terpancing pada langgam politik Istana. Mereka nampak cukup berharap bahwa SBY benar-benar sedang membutuhkan mereka untuk masuk ke kabinet.

Padahal, yang paling ditunggu SBY bukanlah Gerindra dan PDIP yang malu-malu kucing menangkap peluang untuk masuk kabinet. Yang diinginkan SBY adalah Golkar yang segera melunak, dan PKS yang segera menyatakan ‘kesetiaan’ kembali kepada sang Presiden. Kali ini, lagi-lagi, ia berhasil. Presiden yang sering kita tuding sebagai orang peragu ini mampu melakukan renegosiasi dengan kedua parpol.

Publik mungkin sulit tahu, kesepakatan macam apa yang telah diambil. Yang jelas, reshuffle tak perlu dilakukan. Semua aman dalam posisi politik masing-masing. Kita cuma tahu: tawar-menawar politik telah selesai. Semua sudah puas. Sama seperti di pasar manapun, hanya ada satu aturan dalam proses tawar-menawar ini: semua bisa diatur, asal harganya cocok.

[Kedaulatan Rakyat, 12/03/2011]