Minahasa adalah sebuah masyarakat yang unik. Sebagai sebuah kelompok etnik, Minahasa termasuk yang paling belia di antara suku-suku lain di Indonesia. Suku ini baru secara perlahan terbentuk sejak abad ke-17, menuju format sosial sebagaimana yang kita kenali sekarang. Sebelum abad ke-18, nama ‘Minahasa’ bahkan tidak dikenal. Kala itu, kawasan semenanjung Minahasa yang kita ketahui sekarang dihuni oleh delapan kelompok etnik dengan bahasa yang berbeda-beda, yakni Tontemboan, Tombulu, Tonsea, Tondano, Bantik, Ratahan, Ponosakan, dan Tonsawang.
Category: Penelitian
Bani Syarqawi
Ini tema yang pernah saya angkat di paper yang saya presentasikan bulan Pebruari lalu di Voices of Islam in Southeast Asia (VISEA) di Walailak University, Nakhon Si Thammarat, Thailand. Bani Syarqawi adalah nickname yang kadangkala digunakan untuk merujuk sebuah kelompok elit politik berbasis pesantren yang sangat kuat di Sumenep, dan mendominasi politik dan pemerintahan di kota ini khususnya sejak tahun 1999. Nama Bani Syarqawi mengacu pada kalangan yang memiliki ikatan genealogis pada seorang tokoh ulama penting yang hidup di Sumenep pada abad ke-19 bernama Kiai Syarqawi–namun secara longgar istilah itu juga mengacu pada mereka yang memiliki kaitan pendidikan atau hubungan guru-murid dengan jejaring pesantren yang terkait dengan Kiai Syarqawi.
Sore di Kakaskasen
Tadi malam saya berusaha mengingat-ingat dan mencari tahu lewat google, bagaimana sebenarnya hidung kita mendeteksi bebauan, dan mengapa bebauan itu sangat mudah memanggil kenangan. Saya menemukan beberapa info tentang bagaimana nostril kita bekerja untuk mengenali dan mendefinisikan bebauan. Saya menemukan pula bahwa kenangan yang datang karena kita mencium bebauan itu kerap disebut pula sebagai Proustian memory, mengacu pada novelis Marcel Proust, yang dalam novelnya Swan’s Way melukiskan datangnya kenangan akibat bebauan itu dengan sangat memukau.