Salah satu persoalan bangsa kita saat ini adalah merosotnya kemampuan untuk hidup dalam keberamanan secara sehat. Penyatuan bangsa-bangsa di Nusantara ini bukanlah sebuah keniscayaan, melainkan hasil dari upaya aktif untuk membangun konsensus antara elemen-elemen yang ada di dalamnya. Sebagai sebuah bangsa yang disusun di atas penyatuan banyak bangsa, kita membutuhkan alat perekat berupa kemauan untuk menghargai perbedaan.
Tahukah Anda, berapa banyak kepala daerah yang meninggal dalam masa jabatan mereka? Ada beberapa; tak akan habis jari tangan kita menghitungnya. Terakhir kita dengar kabar tentang wafatnya Walikota Pekalongan. Sebelum itu ada kabar Bupati Sampang wafat di rumah sakit. Kabar serupa kita dengar dari Kabupaten Yalimo, Papua, beberapa bulan lalu. Data tentang kepala daerah yang wafat dalam masa jabatan bisa dicantumkan lengkap dalam sebuah tulisan ringkas seperti ini.
Dalam beberapa bulan terakhir ini kita disuguhi berita bahwa bangsa kita ternyata belum siap betul untuk berdemokrasi. Kita masih terpuruk, baik di ranah demokrasi elektoral, maupun di ranah demokrasi substantif. Karena itu, jika kita hendak merayakan Hari Kebangkitan nasional, rayakanlah dengan membangkitkan demokrasi.
Mari kita lihat apa saja masalahnya, dan hal apa saja yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya.
Studi Banding saja ke TPS
Selalu ada yang aneh-aneh setiap kali anggota DPR kita studi banding ke luar negeri. Dulu ada anggota dewan yang pergi ke negara-negara dengan sistem parlementer, lalu terpukau melihat debat antara menteri dan menteri bayangan di sana. Pulang-pulang mereka gaduh soal kabinet bayangan. Entah mereka sadar entah tidak: kita menerapkan sistem presidensiil yang berbeda dari sistem parlementer. Kalau di sana menteri berdebat dengan menteri bayangan, itu karena semua menteri memang anggota parlemen. Di sini, menteri bukan anggota parlemen.
Shalat Jumat di lapangan Monumen Nasional (Monas) tanggal 2 Desember kemarin adalah sebuah peristiwa multidimensional yang sangat menarik. Banyak pihak yang terlibat di dalamnya, dan jelas-jelas banyak kepentingan yang bermain di situ. Tak mudah untuk menyebut peristiwa ini semata-mata sebagai bagian dari radikalisme Islam. Ada jentera persoalan yang cukup rumit di situ. Kerumitan inilah yang membuat saya memutuskan untuk turut mengobservasi kejadian penting ini.
Tanggal 30 September 2016 malam, saya mengisi sebuah acara diskusi yang dadakan oleh sebuah komunitas di kawasan selatan Yogyakarta. Tema diskusi yang bertepatan dengan “ulang tahun” peristiwa G-30-S itu adalah tentang rekonsiliasi nasional untuk merajut bangsa yang agak terbelah karena konflik ideologis.
Dalam diskusi ini saya menyampaikan pandangan pokok, bahwa terkait dengan peristiwa-peristiwa pasca G-30-S, konflik terbesar yang kita hadapi sebenarnya adalah konflik dengan akal sehat. Karena itu, rekonsiliasi utama yang harus kita lakukan adalah dengan akal sehat, bukan dengan yang lain-lain. Kita harus segera menghentikan permusuhan kita dengan akal sehat, ketika melihat peristiwa sejarah. Salah satu cara sekaligus hasil dari permusuhan kita dengan akal sehat ini adalah ketakutan akan hantu yang tak jelas bentuknya. Kita adalah bangsa penderita spectrophobia yang sengaja dibuat oleh penguasa.
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 adalah kejadian yang sangat penting secara politik. Peristiwa ini menegaskan semangat nasionalisme yang ketika itu tengah menguat. Tapi tak hanya itu, Sumpah Pemuda juga merupakan hasil dari dua hal penting: kecemerlangan makna “pemuda” dan kemampuan para pemuda menjawab pertanyaan jaman dengan tepat dan cerdas.
Ini kejadian tahun 1999, di Adelaide, South Australia. Usai menghadiri resepsi menyambut hari kemerdekaan RI di pusat kota, lewat tengah malam tanggal 16 Agustus aku pulang ke rumah di St. Marys. Ke arah rumah, kami mampir sebentar mengantar seorang teman ke rumahnya di sekitaran South Road, lalu lanjut pulang.
Dukungan Siapa?
“Kabinet baru akan segera diumumkan. Dukungan rakyat sangat penting untuk keberhasilan pemerintah –Jkw.” Demikian kicauan di akun Twitter Jokowi, Rabu 27 Juli kemarin, kira-kira satu setengah jam sebelum dia mengumumkan menteri-menteri baru di kabinetnya. Dia menyebut-nyebut tentang kabinet baru, lalu menegaskan pentingnya dukungan rakyat di kalimat berikutnya.