Anda ingin turut ambil bagian dalam perbaikan pemilu di Indonesia? Informasi berikut ini pasti menarik untuk Anda.
Category: Pendidikan
“Mau Cerdas Kok Susah”
Salah satu tujuan pendidikan politik adalah untuk mewujudkan pemilih yang cerdas, yang mampu menentukan pilihan secara logis berdasarkan informasi yang cukup. Kebanyakan lembaga yang melakukan program pendidikan pemilih mentargetkan hal serupa. Mungkin tak banyak yang mengetahui bahwa keinginan untuk mewujudkan pemilih yang cerdas itu ternyata bisa sangat sulit. Pengalaman saya dengan beberapa program yang kami kelola di Jurusan Politik dan Pemerintahan (JPP) UGM menunjukkan bahwa upaya mengajak pemilih untuk menggunakan pilihan secara cerdas itu sama sekali tidak mudah.
Teaching atau Learning
Beberapa waktu lalu saya menulis catatan tentang pendidikan dasar dari perspektif orang-tua murid, yang bisa dibaca di sini dan di sini. Salah satu komen di tulisan itu justru menyentak saya tentang persoalan yang masih membebani pendidikan tinggi di Indonesia. Berikut ini komen tersebut:
12 th lalu saya mengalami hal yang mirip seperti ini pak Gaffar, mencari-cari sekolah dasar yang baru mengajarkan calistung di kelas 1. Bungsu saya tidak diajarkan calistung di TK, sementara sistemnya begitu masuk SD anak sudah harus mampu calistung. Para kepala sekolah dengan mudahnya pun mengatakan, anaknya nanti dileskan calistung saja di rumah.
The Ulangan was Easy (2)
Di bagian pertama sudah saya ceritakan kesulitan kami dalam mengurus pendidikan Perdana dan Afkar sepulang dari Australia. Sudah saya bahas juga problematika yang muncul di masa 3 bulan pertama. Saya akan lanjutkan cerita tentang apa yang kami lakukan untuk mengatasi semua itu.
The Ulangan was Easy (1)
Ia melangkah menuruni tangga. Seperti biasa langkahnya ringan melayang, setengah berjinjit. Wajahnya cerah, begitu pula kata-kata yang diucapkannya sambil melempar senyum pada kami yang menunggu di lantai satu.
“I’m done. The ulangan was easy…”
Spelling Bee
Hari Minggu kemarin (3 April 2011), ada kejadian yang sangat tak menyenangkan dalam lomba Spelling Bee di Taman Pintar Yogyakarta. Sorenya, kolega saya Bayu Dardias Kurniadi menuliskan kejadian itu di blog-nya. Untuk turut berbagi cerita, saya berikan komen agak panjang di posting itu. Semoga catatan-catatan ini berguna bagi kita semua. Berikut komen yang saya sampaikan di tulisan Bayu.
***
Lembaga kemahasiswaan di kampus adalah lembaga yang sangat penting dan kontributif dalam proses pematangan berpikir dan bertindak seorang mahasiswa. Banyak keterampilan sosial dan politik yang sangat penting yang dibutuhkan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan diri (sehingga lebih berpeluang untuk sukses) justru dikembangkan di lembaga-lembaga kemahasiswaan, ketimbang di ruang kuliah. Orientasi ideologis dan politik seseorang bahkan lebih mungkin untuk dibentuk di luar ruang kuliah, khususnya di lembaga-lembaga kemahasiswaan itu.
Ayo Sekolah…
Salah satu hal yang bagi saya paling menyenangkan adalah ketika menerima email dari teman di jurusan atau fakultas, atau mantan mahasiswa saya, yang mengabarkan mereka akan melanjutkan studi pascasarjana, atau meminta saya menulis surat rekomendasi untuk aplikasi studi pascasarjana ke luar negeri. Dunia yang saya kenali sejauh ini ‘hanyalah’ dunia sekolahan dan penelitian, dan kabar semacam itu rasanya seperti segelas air putih yang saya minum setelah seharian berpuasa. Segar dan mak nyusss…
Sekolah
Beberapa tahun lalu, mungkin beberapa belas tahun lalu, pakar pendidikan Prof. Arif Rahman pernah bilang kira-kira begini:
Salah satu masalah pendidikan di Indonesia adalah sistem ujian dan sistem ranking yang sangat menekan serta memberatkan siswa. Kedua sistem itu mendorong siswa hanya untuk menjadi penghafal, dan sekaligus membuat siswa terbelenggu kompetisi yang melelahkan dan tidak sehat. Dalam sebuah kelas, sistem ranking membuat kira-kira lima orang siswa merasa pandai, dan 35 orang lainnya merasa bodoh. Sistem ini melahirkan bangsa yang tidak percaya diri.